Vany masih terlelap, terlentang di atas ranjang. Dadanya yang super besar bergerak naik-turun seirama dengan perutnya yang sedang hamil 8 bulan, bernafas tenang. Aku duduk di sebelahnya, mengusap perut buncitnya perlahan. Vany tetap pulas.
Perlahan, kubuka kancing piyama pinknya. Satu-dua-tiga-empat-lima... Yak
terbuka semua. Kubuka piyamanya, perlahan, hati-hati sekali, jangan sampai ia
terbangun... Vany tidak memakai BH... Astagah aku tak pernah bosan akan dada
adikku; luar biasa besar (ukurannya 34F sekarang... Bahkan bertambah besar 1
cup lagi dalam 3 bulan ini), mulus, bulat penuh, montok—entah kenapa tidak ada
tanda-tanda menurun sedikit pun, dan sekarang tentu saja penuh susu yang
nikmat. Putingnya yang coklat tua sempurna sekali. Baru tadi pagi kusedot susu
banyak-banyak dari dalamnya sebelum berangkat kuliah.
Aku menegakkan diriku, memandangi tubuh mungil Vany; sempurna sekali. Perutnya
yang bulat dan sangat buncit mulus sekali tanpa bekas stretch-mark sedikit pun.
Vany jelas bertambah gemuk sejak hamil, tapi entah kenapa justru aura
kecantikan dan keseksian adik kecilku ini semakin bertambah kuat.
Dengan lembut, kuremas dada Vany. Enak sekali, lembut dan penuh di tanganku.
Vany menggeliat, tapi masih terlelap. Telunjukku memainkan kedua putingnya.
Kurasakan putingnya mengeras, menegang; Vany memang sangat mudah terangsang
sejak hamil.
Kudekatkan kepalaku, dan mulai menjilat, menyedot putingnya dengan lembut,
sambil terus meremas dadanya, semakin kuat. Susu yang nikmat segera menyembur
keluar. Kumainkan puting kirinya yang sangat sensitif dengan lidahku, kujilat,
kusedot susunya.
“Mmmh...” Vany mendesah perlahan dalam tidurnya.
Kusedot semakin kuat putingnya. Semakin banyak air susu keluar. Tanganku
membelai perut buncitnya. Penisku sudah tegang sekali, sakit rasanya tertahan
celana dalam dan celana jeansku.
“Ngg... Mmhh...” desahan Vany semakin terdengar jelas.
Kembali kuremas-remas dada adikku, kali ini dengan nafsu walau tetap lembut.
Vany menggeliat lebih kuat. Tanganku merogoh ke dalam celananya, mengusap
lembut vagina adikku... Agak basah.
“Mmhh... Nghh... Kaak?” kata Vany setengah mengantuk.
“Bangun Van...” kataku sambil nyengir. “Udah jam empat.”
“Mmmm? Iyaa...” Vany menunduk, melihat apa yang kulakukan untuk
membangunkannya. “Iiii... Kakaaak... Uda dibilang banguninnya jangan nakal
aaa... Ini malah nakal banget!” ujar Vany setengah kesal. Tapi bibirnya
membentuk senyum manis.
“Hehehe abis kamu seksi banget sih... Tidur aja seksi...” belaku. Vany tertawa
renyah.
“Aa... Kakak...”
Kuremas-remas dadanya dengan lebih kuat. Air susunya menyemprot, mengalir
keluar. Perlahan, kukecup dada adikku, bergerak turun ke perut hamilnya.
Kecupanku lembut di atas perutnya yang mulus. Vany tersenyum.
“Kakak suka banget sama perutku...” bisiknya. Aku mengangguk setuju.
Kubuka celana panjang piyamanya, celana dalam hijau muda berenda Vany sudah
agak basah. Tersenyum, kubuka juga celana dalam adikku perlahan-lahan.
Vaginanya yang tembem dihiasi bulu yang sangat tipis, membuatnya bertambah
seksi. Vany telah membuka kemeja piyamanya, sehingga adikku telah telanjang
bulat sekarang, terlentang di atas ranjang.
“Ayo tanggung jawab...” katanya. Aku terbahak.
“Ih nafsu banget deh...”
“Iiii kakak itu yang nafsu aku bangun-bangun langsung di ML-in!” ujarnya tak mau
kalah.
Tertawa, aku merunduk, menciumi dan menjilati vagina adikku. Vany menggeliat,
mengejang. Kujulurkan lidahku, menjilati bagian dalam vaginanya.
“MMhh... Aahh... Kaakk...” desahnya.
Kusedot klitoris Vany yang menonjol. Kedua tangan Vany mencengkeram seprei.
Jelas nikmat sekali. Aroma segar vaginanya yang basah memenuhi inderaku.
“Aahhh.... Kaakk.... Mmmhh.... Nhh...”
Aku bergerak naik, kuciumi perut buncitnya sambil kubelai lembut. Bibirku naik
menyedot putingnya, meminum susu yang nikmat. Tangan kananku merogoh ke bawah,
kumasukkan tiga jemariku ke dalam vagina Vany, yang langsung mengejang.
“Nggghh!! Kaakk.. Aaa... Kaakhh... Aaahh... Aahh...” desahnya seru.
Kecupanku naik ke lehernya yang kurus, Vany memejamkan mata, menggigit bibirnya
menahan nikmat. Semakin naik, kulumat bibir mungil adikku. Vany segera
membelitkan lidahnya dengan lidahku. Jemariku bergerak semakin cepat,
menusuk-nusuk vaginanya. Cairan vaginanya bermuncratan keluar. Muka Vany
memerah.
“Aaahhh!! Aahh.. Kakkk.. Kaaakkkk!!” desahnya. Aku tahu tak lama lagi Vany akan
keluar.
“Ayo, Van... Keluarin...”
“NNggghhh... Kaaakk....” Vany mencengkeram lenganku. Suara ‘crek crek crek
crek’ jemariku yang menghujam vaginanya semakin terdengar, semakin basah.
“Aaahhh... KKAAAKK!! MMMMMMNnnnhhhh!!!”
Kucabut tanganku dari vaginanya. Vany squirting; satu, dua, tiga, empat, lima,
enam, tujuh... Semburan demi semburan cairan keluar dari dalam vaginanya. Vany
terkulai lemas di ranjang. Matanya terpejam, nafasnya terengah, tubuhnya
gemetar dampak orgasmenya yang hebat.
“Nnnnhh... Kaa..kk.... Ngac...oo...” bisiknya, gemetar. Kukecup bibir adikku
lembut, menenangkannya.
“Kakakku ini super nakal...” katanya lemah. Aku nyengir. “Harus dihukum...”
“Heh? Dihukum gimana?” tanyaku, tersenyum lebar. Vany nyengir.
“Ayo buka celananya!” perintahnya. Aku tertawa, menurut. Kubuka celana jeansku.
Penisku yang sudah sangat tegang langsung menyembul keluar. Ujungnya telah
basah.
“Sini...” kata Vany, perlahan menegakkan diri hingga terduduk, menepuk perlahan
perutnya yang mulus dan sangat besar. Aku berlutut di depan adikku, Vany
menggenggam penisku, dan segera mengulumnya dengan nikmat. Sensasi lembut bibir
Vany yang mungil membungkus penisku, enak sekali.
Kepala Vany bergerak maju-mundur menyedot penis kakaknya. Aku memejamkan mata,
benar-benar enak sekali. Lidahnya bergerak nakal di bagian bawah penisku.
“Mmhh.. Vann... Enak... Bangett...” ujarku menikmati. Vany menyedot dengan
sangat-sangat lembut, semakin lama semakin kencang dan kuat.
Vany mengulum penisku hingga ke pangkalnya, kemudian dengan amat sangat
perlahan menarik mulutnya hingga ke kepala penisku yang berdenyut-denyut
rasanya. Dibiarkannya penisku keluar perlahan-lahan dari celah mungil bibirnya
yang lembut, kemudian Vany menjilati penisku dari kepala hingga pangkalnya. Aku
benar-benar tidak tahan.
“Vaann... Maauu kk.... keluarr...” kataku terbata.
Tapi saat sedikit cairan kental keluar dari kepala penisku, Vany mengangkat
kedua dadanya yang super besar dan montok itu, diselipkannya penisku diantara
belahannya. Kelembutan dan kekenyalan dada adikku membungkus penisku, yang
entah kenapa menahan semburan spermanya.
Vany menekan, memijat penisku dengan dadanya. Susunya mengalir perlahan setiap
kali Vany menekan dadanya yang besar lebih kencang lagi membungkus penis
kakaknya. Tanpa sadar pinggulku bergerak maju-mundur. Jika ada satu hal yang
dapat membuatku kehabisan kata-kata untuk menjelaskan kenikmatannya, itu adalah
titf*ck dari adikku Vany.
Gerakan pinggulku semakin kencang. Bagian bawah penisku tertekan perut
buncitnya yang keras. Kulihat kepala penisku hilang-timbul dari belahan dada
Vany. Aku sungguh-sungguh tak tahan.
“Nnggghhh... Mmhh... Vaann.... VVVAANN....NNYY!!” seruku.
Spermaku meledak bertubi-tubi melumuri wajah imut adikku. Vany telah mengangakan
mulutnya lebar-lebar, sehingga bulir demi bulir cairan kentalku menyemprot ke
dalam mulutnya. Rasanya lama sekali baru penisku berhenti menyemprotkan sperma,
dan saat berhenti, kulihat wajah, poni, leher, dan dada Vany telah berlumuran
sperma kakaknya.
Aku terduduk, kujatuhkan tubuhku ke belakang hingga terlentang. Penisku rasanya
ngilu sekali. Ini ejakulasi kelima hari ini; sekali tadi pagi dengan Vany, tiga
kali dengan Cherry tadi siang, dan yang barusan ini. Tiba-tiba aku merasa
ngantuk sekali.
“Ah Kakak kebanyakan sih ama Cherry tadii...” ujar Vany manja, menelungkup di
atasku; perutnya yang buncit menekan penisku. “Jadi udah lemes deh sama aku...
Harusnya disimpen aja.”
Aku tertawa. “Hahaha ntar sore juga udah kuat lagi... Kakak boleh tidur dulu ga?”
Vany nyengir dan mengangguk. “Aku mandi trus siapin buat masak dulu deh...
Kakak ntar bantuin kan?”
“Yup. Cherry juga koq,” kataku. “Kakak tidur sejam deh...”
Vany mengecup bibirku dengan lembut.
“Sleep tight, Sayang...” bisiknya. Aku tersenyum, memejamkan mata.
***
Aku terbangun karena aroma masakan Vany. Kulirik jam di dinding... Setengah 6
lebih sepuluh menit. Cherry akan datang pukul 6 sepertinya. Aku beranjak dari
ranjang, masih dengan sedikit lemas aku berjalan keluar kamar, mencari adikku.
Aku berjalan ke arah dapur, tapi aku tidak menemukan adikku. Panci-panci sudah
dimatikan apinya, hanya uap yang masih menguar dari balik penutup panci,
menyebarkan aroma khas sup kacang merah buatan adikku. Aku tersenyum, bahkan
wangi sup-nya pun sudah sama dengan wangi sup buatan ibuku. Kulirik tudung saji
di atas meja, menyembunyikan beberapa piring hidangan nikmat olahan Vany.
Hatiku tergoda untuk menyicipi salah satunya, tapi menahan diri karena tak
ingin merusak kesenangan menyantap bersama makan malam dengan Vany dan Cherry.
Aku menguap, masih mengantuk... Kubuka lemari es untuk mengambil sebotol
minuman isotonik. Masih mengantuk, aku berjalan kembali ke kamar sambil
meminumnya. Di mana Vany?
Terduduk di ranjang, kembali meneguk minumanku, aku menoleh dan melihat sehelai
t-shirt warna hijau tergeletak di sisi ranjangku. Astagah... Tentu saja Vany
mandi. Rupanya tadi aku terbangun belum sadar betul sehingga tak menyadarinya.
Sekarang aku bisa mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Aku segera
berdiri, melepas pakaianku dan berjalan masuk ke kamar mandi, berniat mandi
bersama adikku. Namun aku tertegun saat masuk.
Kutemukan bukan hanya Vany di dalam ruangan shower, tapi juga Cherry sahabatku.
Dua cewek super seksi ini sedang mandi bersama, saling mengusap tubuh satu sama
lain, meremas dada, pantat, dan saling mengecup leher dan bibir satu sama lain
dengan perlahan... Dan tentu saja saling mengusap perut buncit mereka satu sama
lain. Penisku langsung tegak berdiri menatap pemandangan seperti itu.
“Wow...” kataku.
Sahabatku dan adikku menoleh, dan ketika melihatku langsung nyengir senang
sekali. Wajah imut Vany merona sedikit.
“Akhirnya lu bangun juga!” ujar Cherry.
“Wa... Koq.. Koq bisa...” kataku terbata. Cherry terbahak. Vany semakin merona.
“Mmm... Tadi aku lagi masak... Cherry dateng, terus bantuin... Terus abis masak
keringetan... Terus mandi deh,” jelasnya polos.
Aku nyengir. Adikku ini lucu sekali. Ngomong sangat polos padahal satu
tangannya masih terletak di dada Cherry, yang lain di atas perut buncitnya.
“Boleh gabung?” tanyaku.
Cherry tak menjawab, hanya berjalan keluar dan menarikku masuk ke dalam ruangan
shower. Agak sempit rasanya sekarang... Dipenuhi 3 orang. Tapi aku tak peduli.
Saat pancuran air hangat menyentuh tubuh kami, aku teringat saat pertama kali
Vany melepas keperawanannya... Sore hari di bulan Juli yang lalu, mirip seperti
sekarang. Bedanya hanya sekarang ada satu cewek lagi, membelai punggungku
perlahan, perutnya mengusap punggungku perlahan. Enak sekali.
“Gue mandiin ya, Dit...” bisik Cherry. Tangannya mulai mengusap dada dan
perutku dari belakang. Aku memejamkan mata, menikmati. Rupanya Vany tak mau
kalah.
“Kak... Mandiin aku donk...” pinta Vany manja. Aku terbahak.
“Nakal kamu...” bisikku. Vany menjulurkan lidah, menyerahkan botol sabun cair
kepadaku. Tersenyum, aku mulai menggosokkan sabun ke badan adikku dengan
lembut, mulai dari lehernya yang agak gemuk sekarang, pundak, dan
punggung...
Perlahan tanganku meraba dadanya yang super besar dan kencang, kuremas dadanya
dengan lembut. Jemariku memainkan dan memelintir puting Vany yang keras...
Menyemprotkan susu ke arah kaca yang membatasi ruang shower. Vany memejamkan
mata, menikmati sentuhan kakaknya. Tangan Vany bertumpu pada kaca pembatas.
“Mmhh.. Kaak...” desahnya pelan. Uap mengembun di kaca, keluar dari mulut
adikku. Kucium leher dan pundaknya perlahan. Tanganku bergerak turun, melumuri
perut adikku yang buncit dengan sabun. Aku suka sekali dengan perut ini... Aku
tak menolak perut adikku yang rata dulu sebelum dia hamil, tapi entah kenapa
semakin besar perutnya, semakin seksi menurutku. Sesekali aku menoleh ke
belakang untuk melumat bibir Cherry.
Cherry terus membelai tubuhku, menciumi pundak dan punggungku. Ini enak sekali.
Tangannya yang lembut mulai memegang penisku... dan mengarahkannya ke pantat
Vany. Aku nyengir, menoleh. Cherry mengedip padaku. Cherry menyelipkan penisku
yang sangat tegang di belahan pantat Vany yang sangat montok. Tanganku bergeser
ke pinggulnya yang melebar, sudah siap melahirkan. Aku mulai bergerak
maju-mundur, menggesekkan penisku di antara kedua bongkahan pantatnya yang
empuk.
“Kaakk... Ga mau disimpen buat ntar malem aja?” ujar Vany lemah.
“Hmm... Masih kuat koq...” kataku. Vany hanya tersenyum manis, memejamkan mata.
Perlahan, kumasukkan penisku ke dalam anusnya, dan mulai menggenjotnya dengan
nafsu. Sempit, hangat sekali.
“Mmh... Mnghh.. Ngh... Hh.. Kaakk... Kakk...” desah Vany tiap kali penisku
menghujam tubuhnya. Pantatnya yang tebal dan besar menepuk-nepuk pingganggku.
Kuremas dada Vany kuat-kuat, memeras susunya semakin banyak keluar. Hujamanku
semakin kencang. Cherry mencium dan menijlati leherku dari belakang, jemarinya
memainkan putingku. Aku tak tahan, aku siap keluar.
“Vann.... V... Vannny... Nggghhh!!!”
Kuledakkan spermaku berkali-kali dalam anus Vany. Gemetar, Vany berbalik,
mencium bibirku dengan nikmat. Tangannya membelai penisku yang masih tegang,
masih meminta lagi. Kupegang perutnya yang mulus dan besar, enak sekali.
“Eeh... Giliranku sekarang...” kata Cherry tak mau kalah. Vany mengerucutkan
bibir, pura-pura merajuk, tapi ia membalikkan badanku menghadapi sahabatku yang
super cantik, yang sudah berlutut di lantai ruang shower menghadapi penisku,
dan seketika itu juga memasukkannya ke dalam mulutnya. Aku memejamkan mata.
Sekarang giliran Vany yang menggosokku dengan perut buncitnya yang super mulus.
Cherry bergerak maju-mundur mengulum penisku. Lidahnya berulah di bawah batang
penisku. Enak sekali. Vany menjilati leherku. Gila... Threesome seperti ini
benar-benar luar biasa.
“Mmmm... Sllrppp... Sllrppp....” Cherry berisik menyedot penisku. Bibirnya yang
cukup tebal membungkus penisku dengan sempurna. Benar-benar enak.
“MMhhh.... Cherr... Ngh...” desahku... Aku tahu aku tak dapat bertahan lama
dibeginikan terus... Tapi Cherry tiba-tiba melepaskan sedotannya, berdiri
perlahan, membalikkan badannya ke arah tembok. Tangan kirinya masih memegang
penisku, membimbingnya ke arah vaginanya.
Tak menunggu disuruh dua kali, segera kuhujamkan penisku ke dalam vagina
sahabatku. Kedua tanganku meremas erat-erat pantat yang sampai hari ini
menurutku masih pantat termontok dan terindah di muka bumi (well... Di samping
pantat Kim Kardashian atau selebritis mancanegara lainnya), yang semakin
bertambah besar karena kehamilannya. Pinggulku bergerak maju-mundur,
menghujamkan penisku kuat-kuat ke dalam rahim Cherry yang sedang mengandung
anak kembarku.
“Oohh.. Oohh... Aangghh... Nhh... NNnnhh...” desahnya tak karuan tiap kali
penisku menghujam ke dalam tubuhnya.
Vany berjalan perlahan ke depan Cherry, memegang kedua lengannya yang bertumpu
ke dinding, mengalihkannya ke atas perut Vany. Cherry menegakkan diri, melumat
bibir adikku dengan nafsu. Tangannya meremas dada Vany kuat-kuat, menyemprotkan
susu dari dalamnya. Vany dan Cherry berciuman dengan sangat hot, saling
membelitkan lidah.
Genjotanku semakin kuat. Aku semakin terangsang melihat adik dan sahabatku
saling berciuman. Vagina Cherry seolah semakin lama semakin menyempit. Setiap
kali Vany mencubit putingnya, vagina Cherry menjadi lebih sempit lagi. Ini enak
sekali.
“Mmhh... Vann... Cherr.... Nngghh...”
“Ngh... Ngh... Ngh... Hh... Ngghh... Dit... Dit..” Cherry mendesah
bertubi-tubi.
“Oohh... Ch... Cherryy....” desah Vany saat Cherry menghisap susu dari
putingnya. Aku tak tahan.
“Nnnnnnngghhhh!!!”
Kuledakkan spermaku ke dalam rahim Cherry berkali-kali. Sekujur tubuhku seperti
tersengat listrik rasanya. Penisku seperti tak mau berhenti mengeluarkan
cairan. Kutarik lepas penisku dari vagina sahabatku saat masih mengeluarkan
sperma. Beberapa muncrat menyemprot punggung Cherry, bahkan wajah Vany. Cherry
merosot ke lantai. Rupanya Vany juga berhasil dibuat orgasme oleh Cherry yang
terus memainkan dadanya. Adikku bersandar ke dinding, memejamkan mata,
terengah-engah.
Sempoyongan, aku bersandar ke dinding. Cairan putih masih mengalir dari dalam
vagina Cherry, meleleh keluar melumuri pahanya yang montok. Aku
terengah-engah... Tapi penisku masih meminta lagi.
“Hh... Di... Di kamar aja, yuk?” kataku, tersengal.
“Kakak masih kuat??” tanya Vany, sedikit terkejut. Aku pun heran. Cherry
menggeleng lemas, nyengir lebar.
Kami berjalan keluar dari kamar mandi, mengeringkan tubuh kami masing-masing
dengan handuk, dan berjalan ke kamar. Vany dan Cherry merebahkanku terlentang
di tengah-tengah ranjang, mereka berdua berlutut di sebelahku, Vany di kanan
dan Cherry di kiriku, siap melanjutkan. Penisku sudah tegang sekali.
“Sekarang Kakak nurut aja yaa...” bisik Vany menggoda di telingaku.
“Kita yang bakal kerja keras...” kata Cherry.
Perlahan, dengan sangat sexy, mereka berdua membuka handuk yang membungkus
tubuh hamil mereka, kemudian melemparkannya ke lantai. Entah apa, tapi tubuh
(dan terutama perut) mereka terlihat mengkilat sore itu. Sangat mulus. Tak
tahan, tangan kiriku meremas bongkahan pantat Cherry yang montok sekali, dan
membelai perut Vany yang super besar dan mulus.
Kedua cewek ini mendekatkan wajah mereka ke penisku yang sudah tak sabar.
Hatiku berdebar-debar, entah kenapa. Cherry mulai dengan mengulum kepala
penisku. Vany menjilati batangnya perlahan. Sensasi diblow-job oleh 2 cewek tak
pernah dapat kulukiskan.
“Mnhhh.. Vann... Cherrr.... Mngghh...”
“Slrrppp... sllrp.. Enak Kak?” tanya Vany. Aku hanya dapat mengangguk
buru-buru.
“Mmmmm... Slrpp... Mm... Mah... Apa gue manggil lu ‘Kak’ juga aja ya, Dit?”
kata Cherry sambil melepas kulumannya.
“Heh jangan aneh-aneh! Udah lanjutin!” ujarku sambil tertawa. Vany terbahak.
“Cherry... Gantian doonk...” pinta Vany. Cherry mengangguk, berpindah menjilati
batangku, membiarkan Vany menyedot kepala penisku. Sedotan Vany selalu kuat.
Cherry mulai menciumi pinggangku, menyerahkan penisku sepenuhnya pada Vany yang
telah memasukkan seluruh batang penis kakaknya ke dalam mulutnya. Lidahnya yang
mungil bermain di bawah batang penisku, menyedotnya cepat. Kepalanya bergerak
naik-turun-naik turun. Aku tak tahan.
“Vann... Kakak... mmmnnhh.... Kkhh...” kata-kataku tercekat.
“Eits... Jangan keluar dulu,” kata Vany, tiba-tiba melepas sedotannya. Benang
ludah tipis menjuntai antara bibirnya dengan kepala penisku.
“Kita ada surprise buat lu...” kata Cherry.
“Astagah surprise apa lagi...” kataku, senang.
Cherry dan Vany menegakkan diri, berlutut berhadap-hadapan di kanan-kiri
penisku. Perut mereka yang buncit menghadapi penisku, dan perlahan, Vany dan
Cherry mendekatkan perut mereka, menjepit penisku dengan perut hamil mereka
yang mulus dan kencang.
“Uwahh.. Vann... Cheerrr... Aahh... Ahh...” desahku tak karuan. Nikmat sekali.
Vany dan Cherry nyengir, mulai bergerak naik-turun menggosok penisku dengan
perut mereka. Aku mendudukkan diri, kubelai perut keduanya; perut Vany yang
sudah 8 bulan hamil lebih besar sedikit dari perut Cherry yang 5 bulan hamil
anak kembar, tapi keduanya benar-benar mulus dan menggiurkan.
“I love you, Kak...” bisik Vany, memegang perutnya dengan kedua tangannya dan
menggerakkannya lebih cepat menggosok penisku. Aku memejamkan mata, ini enak
sekali.
“MMhh... Sini kamu, Vany...” ujar Cherry tiba-tiba, meremas dada adikku dan
mengecup bibirnya. Vany terbelalak, tapi sesaat kemudian sudah menikmati ciuman
Cherry, membelit lidahnya. Aku tak pernah tahan melihat pemandangan ini.
“MMMMMNNGGHHH.. nGGGHH... Gue... Kellluarr.... Nnhgggghh...”
Kuledakkan spermaku berkali-kali di antara perut buncit kedua cewek ini,
menyemprot wajah, dada, dan tentunya perut keduanya. Aku tergeletak, terengah.
Tubuh kami bertiga sudah berkeringat.
“... Gila itu... itu... tadi... Enak banget...” kataku. Kedua cewek itu
tertawa. Mereka merebahkan diri di kanan-kiriku.
“Ayo, Sayang...” pinta Cherry sambil membelai penisku. Aku mengangguk,
berlutut, berbalik menghadapi mereka berdua.
Aku memandangi kedua cewek cantik yang sedang bugil di atas ranjangku ini.
Benar-benar luar biasa. Dua kecantikan yang berbeda, kulit dan wajah Vany yang
sangat oriental, bersebelahan dengan Cherry yang tanned cenderung sawo matang
dengan wajah bule-nya, keduanya sedang mengandung anak-anakku. Benar-benar luar
biasa.
Kuarahkan penisku pertama-tama pada vagina Vany. Tembem dan hangat sekali
sekarang. Vany memejamkan mata saat perlahan-lahan penisku menembus liang
vaginanya. Cherry memain-mainkan dada Vany dengan satu tangan, sambil menjilati
lehernya.
“Mmnhh... Ngghh... Nhhh...” desah Cherry. Aku mulai mempercepat tusukanku.
Badan Vany yang terlentang bergerak seirama hujamanku. Semakin lama semakin
kencang, semakin kuat.
“Oohh... Kakkk... Kakkkk... Nghh...” desahnya makin kuat.
Aku menggenjot adikku semakin kuat. Vany memejamkan mata, mulutnya menganga.
Tangannya mencengkeram seprei kuat-kuat.
“Kakk.. Kaaaakkk.... Nnggghh!!!!!”
Vany squirting kuat-kuat, membasahi penis dan perutku. Aku mendudukkan diriku
di sisinya. Mengerti, Vany naik ke atasku, membelakangiku, dan memasukkan
penisku ke dalam vaginanya. Vany menggelinjang, tangannya menopang perutnya
yang buncit. Tanganku merogoh ke depan, meremas dada montok Vany yang berguncang-guncang
menggiurkan, kumainkan putingnya.
Cherry beranjak turun dari ranjang, mencari sesuatu dari tasnya yang terletak
di sebelah ranjangku, dan mengeluarkan sebuah dildo besar berwarna merah; bukan
dildo biasa, tapi double-dildo (kedua ujungnya berbentuk kepala penis) dengan
strap-on, sehingga bisa dipakai oleh cewek. Vany terbelalak menatap dildo besar
itu.
“Gila.... Gede... Banget, Cher?” katanya sedikit tersengal karena penisku masih
menghujam vaginanya.
“Hmmm... Kalo pas Kakakmu ga ada aku pake ini...” jawab Cherry cuek. Aku
menggeleng-gelengkan kepala. Sahabatku ini cukup maniak rupanya.
Perlahan, Cherry menusukkan salah satu ujung dildo itu ke dalam vaginanya
hingga masuk setengah, kemudian memakai strap-on nya. Muka Cherry merona merah.
Sekarang sahabatku ini terlihat seperti memiliki penis besar berwarna merah,
lebih besar dari penisku. Cherry naik ke ranjang, membelai perut Vany dan
melumat bibirnya. Vany mulai was-was.
“Ch.. Cherr? Mau ngapain.... Nnnhh... nh...” tanyanya.
“Tenang aja...” bisik Cherry, menjilat tangannya dan membasahi kepala ‘penis’
merahnya. Aku mengerti apa yang ingin dilakukan Cherry, sehingga aku melepas
penisku dari dalam vagina Vany dan menusukkannya ke dalam anus Vany. Vany
menggelinjang, terbelalak.
“Aaah... Kakk... Ch... Aaah? Ch... OOOHHH! Cherrryy!!”
Cherry telah menusukkan dildo merah besar itu ke dalam vagina adikku dan mulai
menghujam-hujamkannya. Perut buncit mereka saling bergesek. Muka Vany merah
padam. Ia memejamkan mata, menikmati double penetration pertamanya.
“Aaaannghh.. Annnhhh.. Aaannhhh...” desah Vany kuat-kuat. Anusnya menyempit
tiap kali Cherry menusukkan dildonya ke dalam vagina Vany.
“Nhhh.. Oohh.. V... Vann.. Ini enakk...” desah Cherry. Ia melumat bibir adikku,
sementara aku menciumi leher serta terus meremas dadanya. Kedua lubangnya
penuh, terus-menerus bergantian ditusuk oleh penisku di anusnya dan dildo
Cherry di vaginanya.
“NNGHHH.. Nggghhhh.. NNggghhhhhh... Nggghhhh...” lenguh Vany tak karuan.
Badannya bergetar. Tiba-tiba Cherry menjerit. Aku tahu Vany baru saja
mengeluarkan jurus spesialnya, membuat dildo merah itu bergetar kuat sekali,
sehingga dildo yang masuk ke dalam vagina Cherry pun bergetar.
“Ngghhhhhh!!!!! NNGHHH!!! OOOHH!!”
Vany menjerit dan squirting kuat sekali hingga dildonya terlepas. Sesaat
kemudian ia kembali squirting kencang-kencang. Tubuhnya terkulai bersandar
padaku, masih gemetar hebat sekali. Kubelai perutnya dan kukecup kepalanya
untuk menenangkannya.
“La... gi...” desah Vany, meminta lagi.
“Heh... Kamu udah lemes gitu...” kata Cherry.
“Lagii... Sekali... Lagi....” desaknya. Rupanya ia ketagihan.
“Terakhir ya...” bisikku.
Tak menunggu lama, kutegakkan tubuh adikku, kumasukkan penisku ke dalam
vaginanya dari belakang. Vany menggelinjang. Setelah penisku mantap berada di
dalam vaginanya, Cherry perlahan menusukkan dildonya kedalam vaginanya juga
dari depan. Vany terbelalak, mulutnya menganga.
“Aaaaa... Aaahhhhh... Annnhhh..... Aannnhh!!!” desahnya saat dua batang besar
memenuhi vaginanya yang sempit.
Perlahan-lahan, bergantian, aku dan Cherry mulai menusukkan senjata kami ke
dalam vagina Vany. Vany menggeletar. Aku pun memejamkan mata, ini enak dan
sempit sekali.
Hujaman kami semakin cepat. Aku tahu Cherry juga mempercepat tusukannya. Muka
Vany kembali merah padam. Desahannya semakin kuat.
“Ngghh! Aannghh... Arghhh... Annhh!! Mmhhh!! Mngghh!!!!” desahnya tak karuan.
“Diit... Dit.. Gue mau.. Ngghh.. Kuarrr...” ujar Cherry, memejamkan mata,
menggigit bibir bawahnya.
“Gue juga... Nnnhh.... V... Vannn?” kataku. Vany mengangguk liar.
“Hnnnghhh... Nhhgg!!” lenguh Vany tak karuan.
Hujamanku semakin kuat ke dalam vagina Vany. Tiba-tiba Vany mengeluarkan jurus
spesialnya. Gelombang demi gelombang serangan memijat penisku dari dalam
vaginanya. Aku tak tahan. Aku tahu Cherry juga sudah mencapai orgasmenya.
“Oooohh... Vvvvv... Vaaaaannn!!!”
Bertubi-tubi aku mengeluarkan spermaku ke dalam rahim Vany. Cherry dan Vany
juga squirting bersamaan. Cherry merebahkan diri ke ranjang, terengah-engah.
Aku masih meledakkan spermaku ke dalam Vany. Linu sekali rasanya sekarang
penisku, sejak tadi dipaksa terus menerus mengeluarkan sperma.
Kucabut penisku dari tubuh adikku. Vany terengah-engah, matanya menatap kosong
langit-langit ruangan, sepertinya sudah hilang kesadaran. Penisku masih tegak
berdiri, masih meminta lagi.
Aku berbaring miring di belakang tubuh sahabatku. Kubuka strap-on nya, tapi
kubiarkan dildo merah itu menancap di vaginanya. Kutampar pantat Cherry ,
kemudian kutusukkan penisku ke dalam anus Cherry. Bongkahan pantatnya yang
montok membungkus, menjepit penisku erat-erat.
“Lu... Gi... la.... Aaahhh.. Annhh...” desahnya. Aku tersenyum.
“Habis ini gue pingsan kali,” kataku. Kupercepat hujamanku ke dalam anusnya.
Cherry mendesah, menggelinjang, tangannya mengelus-elus perutnya yang buncit.
Tangan kiriku merogoh dari bawah tubuhnya, ikut membelai perutnya. Tangan
kananku memainkan dildo merah itu, menusuk-nusukkannya ke dalam vaginanya.
“Nnnnggghhh... Hunn... nny... Nngghhhh!” katanya.
“Ch... Cherrr... Cherrr gue mau keluarr.... Cherrr...” kataku semakin cepat,
hujamanku semakin kencang. Kepalaku berdenyut-denyut rasanya. Cherry
mengangguk, mengetatkan jepitan anusnya. Tanganku menhujam-hujamkan dildo
semakin cepat ke dalam vaginanya.
“Aaaa..... AAAHH... AANNHH!!” jerit Cherry.
“Chhhh... Cherrryyyy!!!!”
Aku tak tahu berapa kali aku menyemprotkan spermaku ke dalam anus Cherry, yang
pasti saat kucabut penisku, cairan putih meleleh keluar dari antara pantatnya
yang super montok.
Kami bertiga berbaring telentang di ranjang, menatap langit-langit. Aku memejamkan
mata. Gila... Hari ini sepertinya penisku bekerja lebih keras dari yang
sudah-sudah. Sudah lemas sekarang, sudah puas.
Aku menoleh ke kiri, menatap Vany, adik cewekku yang seksi, yang sedang menatap
kakaknya. Senyum lemah mengembang di wajahnya yang imut.
“.... Love you...” bisiknya, nyaris tak terdengar.
“Love you too, Van...”
Aku menoleh ke kanan, menatap sahabatku Cherry, yang masih memejamkan mata
rapat-rapat, menikmati sisa-sisa sensasinya. Kulitnya yang sawo matang tertimpa
cahaya oranye matahari senja itu, terlihat mengkilat mirip emas.
“I love you, Dit...” ujarnya. Aku terbahak.
“I love the both of you...” kataku. Kupeluk keduanya. Kami terdiam, memejamkan
mata, masih terengah.
Tiba-tiba kami mendengar bunyi seperti genderang perang yang ditabuh kencang
sekali.
“Suara apaan, tuh?” tanya Vany, terbelalak. Cherry menggeleng.
Tiba-tiba terdengar lagi. Kali ini aku tertawa kencang-kencang.
“Itu suara perut kita! Laper!!” ujarku.
“Oooohhhh!! Yaelaaahh!!” ujar Vany. Cherry tertawa.
“Bener juga ya! Makanannya jangan-jangan udah dingin lagi kita tinggal ML
gini!” ujar Cherry. Vany segera terduduk mendengar masakannya terancam bahaya.
“Oiya! Ayo cepet! Bangun!! Makan!!” tukasnya, segera berdiri dan memakai
pakaian, meninggalkan ruangan. Aku terbahak-bahak melihat tingkah adikku.
“Yuk!” ajakku pada Cherry. Cherry mengangguk, nyengir lebar.
Malam itu dinner kami berjalan dengan luar biasa. Rasanya aku belum pernah
makan malam sebahagia itu. Masakan Vany benar-benar sedap, dan kami bertiga
makan dengan seru, ditingkahi canda satu sama lain. Seusai makan, kami pergi
menonton bioskop bersama. Aku sadar beberapa orang menoleh dan menatap kami
dengan tatapan heran karena selama berjalan aku menggandeng atau merangkul
kedua gadis cantik yang sedang hamil ini di kanan dan kiriku, tapi aku
benar-benar tak peduli; aku berjalan dengan adikku yang sexy dan sahabatku yang
luar biasa cantik, dan keduanya mengandung anak-anakku. Hidup tak akan pernah
sesempurna ini. Tentu saja kami mengakhiri malam itu dengan sekali lagi
Threesome sepulang nonton, dan sepertinya jika seperti ini terus... Bisa-bisa
kandungan Vany dan Cherry bisa bertambah satu janin lagi.... Oke itu tidak
mungkin.
* * *
Semuanya berjalan lancar setelah itu. Ella lahir sebulan kemudian dengan sehat dan
normal, tanpa cacat sedikit pun. Yang unik hanyalah kedua iris matanya yang
terkena heterochromia iridium, sehingga membuat iris mata Ella berlainan warna;
yang kanan berwarna biru, yang kiri berwarna hijau. Tapi selain itu tidak ada
cacat sedikit pun. Vany pun sehat, dan setelah selesai semua perawatan, ia pun
dapat kembali melanjutkan sekolahnya. Ella diurus oleh ibu dan ayahku.
Tiga bulan kemudian Cherry melahirkan sepasang anak kembar, 2-2nya perempuan.
Aku memberi mereka nama Yuri dan Yuna. Cantik-cantik, mirip bule seperti
ibunya. Keduanya diadopsi oleh sepupu Cherry. Aku dan Cherry resmi berpacaran
setelah itu.
Kuliahku berjalan lancar. Aku kuliah sambil bekerja paruh-waktu sebagai
fotografer di salah satu model agency dari Jepang. Cherry kuliah sambil
mengajar dance di kampus dan di sebuah tempat kursus dance yang cukup terkemuka
di Singapore. Setahun setelah semuanya, Cherry mengandung anakku untuk yang
kedua kalinya, kali ini laki-laki, dan lahir pada bulan Oktober 2010. Aku
menamainya Shinji. Sejak itu aku memutuskan untuk menikah dengan Cherry dan
merawat anak ini. Setelah itu, Cherry kembali mengandung dan melahirkan dua
orang anak perempuan lagi untukku, masing-masing berjarak setahun. Aku kembali
menamai mereka berdua Yuri dan Yuna, seolah mendapat kembali anak-anak kembarku
yang pertama yang diadopsi oleh sepupu Cherry.
Dan... Tentu saja. Aku masih tetap sering pulang ke Jakarta setiap ada
kesempatan untuk menjenguk Vany dan Ella, juga mengundang mereka datang
berkunjung ke Singapore (dengan seizin Cherry). Aku dan Vany masih sering ML,
kadang-kadang threesome bersama Cherry. Vany bertumbuh menjadi gadis dewasa
yang sangat cantik, sangat seksi. Dadanya tetap 34F, perutnya telah kembali
langsing, lekuk tubuhnya semakin terbentuk, semakin banyak pria
mengidam-idamkannya, tapi sayangnya... Vany tak pernah membuka hatinya untuk
pria lain.
* * *
Kamis, 28 Juni 2012 - 9.00pm WIB
Jakarta, Indonesia
“.... And the prince and princess lived happily ever after. The end.”
Kututup buku cerita bergambar Snow White itu. Ella menatapku mengantuk dengan
matanya yang unik, mulut mungilnya menyunggingkan senyum manis.
“Good night, Sayang...” kataku lembut sambil mengecup dahi anak perempuanku.
Ella sudah berumur hampir 3 tahun.
“Good night, Papi...” bisik Ella. Memejamkan mata.
Kubenarkan selimutnya, dan dengan perlahan aku berjalan keluar kamar Ella,
mematikan lampu. Sebelum keluar aku menoleh sekali lagi. Ella sudah tampak
terlelap, memeluk boneka panda. Tersenyum, aku menutup pintu kamarnya perlahan.
Aku baru kembali ke Jakarta sore hari itu. Sudah dua bulan lebih aku tidak
pulang. Kali ini aku kembali ke Jakarta untuk menghadiri wisuda dan prom night
Vany, adikku. Tak terasa ia pun telah lulus SMA. Vany sudah diterima di Waseda
University di Jepang, dan karena aku dan Cherry pun telah lulus kuliah, kami
berencana untuk pindah ke Jepang bersama-sama; Aku, Cherry, Shinji, Yuri dan
Yuna, juga Vany dan Ella. Aku akan bekerja di kantor pusat model agency-ku di
Jepang sambil melanjutkan kuliah S2 di sana.
Aku masuk melalui pintu tembusan ke dalam kamarku, yang sekarang juga menjadi
kamar Vany. Ayahku merenovasi rumah sedikit sejak kehadiran Ella, membuat kamar
lama Vany menjadi kamar Ella dan kamarku menjadi kamar Vany. Ia pun
mengizinkanku tidur sekamar dengan Vany bila aku kembali ke Jakarta.
Vany, 18 tahun sekarang, sedang memilah-milah baju untuk prom night esok malam.
Beberapa gaun dan setelan bertebaran di atas ranjang kami, dan Vany yang
mengenakan lingerie polos berwarna kuning muda agak transparant masih menatap
lemari pakaian dengan tampang serius. Aku tersenyum geli, mendekatinya. Vany
menoleh.
“Hai, Kak... Ella udah tidur?” tanyanya.
“Udah... Dia demen banget Snow White,” kataku, mengecup pipinya. Vany terkekeh.
“Iya... Tiap malem minta dibacainnya Snow White mulu...” jawabnya, kembali
berkonsentrasi pada lemari pakaian.
“Haha... Pantes kulitnya putih banget kayak Snow White,” candaku sambil duduk
di ranjang. Kulit Ella memang sangat putih mulus seperti susu, cenderung
kemerahan.
“Kak, bagus ini atau ini?” Vany menunjukkan dua potong gaun: Satu sack dress
berwarna ungu tua dengan motif kristal di bagian dada, satu lagi sheath dress
polos berwarna hitam. Aku memperhatikan keduanya.
“Hmm... Kalo yang item ini apa nggak membuat kecemburuan sosial?” kataku. Vany
terbahak.
“Hahahaha.. Iya sihh.. Toket segede ini...” katanya. “Tapi kalo ditutupin
selendang gitu? Ato cardigan?”
“Acaranya di mana sih?” tanyaku.
“Kempinski Ballroom... Grand Indonesia itu loh,” jawab Vany, kembali memutar
badan menghadap lemari.
Aku memperhatikan adikku dari belakang. Aku bisa melihat bongkahan pantatnya
dari balik daster ini... Benar-benar seksi adik cewekku ini. Tapi semenjak tadi
sore saat ia menjemputku di airport, aku seperti melihat sesuatu yang berbeda
darinya. Apa ya?
“Ah! Ini aja deh!” Vany berbalik dan menunjukkan cocktail dress berwarna biru
langit dengan motif batik berwarna sama di bagian kanan bawah. Vany mendekatkan
dress itu ke badannya. Cocok sekali.
“Hmm... Ini bagus!” ujarku jujur. Vany nyengir senang, menggantung dress itu
pada pintu lemari pakaiannya dengan riang.
“Kakak besok dance sama aku ya...” pintanya. Aku tertawa.
“Hahaha... Vaann... Kamu tuh udah minta 15 ribu kali, kali...” kataku
melebih-lebihkan. Vany memang sudah sangat sering memintaku untuk berdance
dengannya saat prom night. Vany tertawa.
“Iiihhh.. Mendramatisir!” ujarnya. Ia berjalan mendekatiku, mengalungkan
tangannya di sekeliling leherku, mengecup bibirku.
“Aku sayang Kakak...” katanya lembut.
“I love you too, Van...” jawabku. Aku memandangi matanya yang sipit. Rupanya
Vany menangkap sesuatu dari mataku.
“Kak... Ada apa?” tanyanya. Aku tersenyum.
“Kamuu... Agak lain. Jujur,” jawabku. Senyuman Vany semakin lebar.
“Ih, Kakak... Masa dari tadi belom nyadar juga,” katanya nakal. Aku semakin
heran.
“Hmm? Nyadar apa?”
Vany menatapku, menggelengkan kepala pura-pura kesal. Perlahan, Vany melepas
tali pundaknya lingerienya, dan membiarkan lingerie itu jatuh perlahan ke
lantai, menampakkan tubuhnya yang sudah matang sekarang; dadanya yang bulat
penuh dengan puting yang coklat muda sempurna... Dan... Perutnya...?
“Aku hamil, Kak... 2 bulan...” katanya. Muka Vany merona merah. Tangannya
mengelus perutnya yang baru sedikit membuncit. “Baru tau 3 hari yang lalu,
koq...”
“... Van... Kamu... Hamil lagi?” tanyaku terbata, terkejut. Rasa senang
merayapi tubuhku. Tapi tak ada rasa takut kali ini. Vany mengangguk, nyengir
lebar.
“Semoga yang ini cowok ya...” bisiknya, duduk di atas pangkuanku, mencium bibir
kakaknya. Kupeluk erat adikku yang seksi ini, kuremas pantatnya. Pikiran dan
perasaanku bercampur aduk; senang, kaget... Semuanya. Astagah... Padahal 2
bulan lalu kami hanya ML satu kali.
“Van...”
“Hmm...?”
“I... I love you, Vany...” aku terbata. Vany tersenyum manis, memelukku erat.
“I’m forever yours, Kak...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar